BUMIALUMNI.COM — Hari itu adalah hari kabahagiaan bagi Ibu dan Bapak, seorang bayi lahir di RS Beatrix, Jalan Veteran, Bandung, sekarang RS Bungsu. Banyak yang menduga bayi itu blasteran Belanda, karena begitu putih dengan berat 4 kilogram. Diberilah nama Abdurahman Lukmanul Hakin Effendi.
Bapak seorang apoteker, dan ibu sebagai ibu rumah tangga, mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik. Saat itu kami tinggal di Jalan Baladewa, Bandung. Tapi tak lama, kami pindah ke Garut. Bapak memiliki apotek di Jalan Ahmad Yani. Masa kecil yang cukup menggembirakan dengan 10 saudara kandung. Sedari kecil menjadi penyayang binatang, rumah dengan halaman luas jadi tempat asik bagi anjing berbagai ras, ayam, itik, angsa, kambing, semua bagai kebun binatang mini. Termasuk seratus ekor merpati. Kelak, saat Bapak memiliki peternakan domba, saat itu nama panggilanku berubah menjadi Ado, alias anak domba.
Bapak punya ribuan ekor domba,
peternakannya terletak di daerah Karang Pawitan, Garut. Dari usaha peternakan
itu, Bapak bisa menunaikan ibadah haji serta keliling Eropa. Akhirnya saya
diperjuangkan masuk ke jenjang universitas mengambil jurusan peternakan. Usaha
peternakan tak berjalan mulus, Bapak kena tipu hampir 1000 ekor domba. Musibah
itu membuat Bapak sakit keras. “Sudah ditagih tapi dia menghilang. Ya sudah,
kalau tak ada itikad baik, kita sudah menagih, tapi dia tak mau bayar. Semoga
bisa membawanya hidup di dunia.” ucap Bapak. Bapak orang yang baik, dermawan.
Aku mempunyai kakak angkat yang diadopsi Bapak dari panti asuhan, menjadi
asisten apoteker hingga telah mempunyai beberapa apotek di Cicalengka.
Prestasi di SD sebatas juara kelas, dan
menjadi ketua murid yang selalu dituakan oleh guru. Karena itulah aku selalu
ditunjuk menjadi mediator jika teman-teman sekolah ada yang bermasalah dengan
guru. Kenakalan khas anak-anak, bolos sekolah, atau bahkan permasalahan di
keluarganya masing-masing. Guru ingin mengetahuinya melalui aku. Kepercayaan
itu membuatku dekat dengan teman-teman sekolah, sehingga bisa bertukar pikiran
untuk saling belajar. Aku diberi bekal kuat dari bapak dan ibu agar selalu
menjunjung adab untuk hormat pada orang yang lebih tua, mengasihi dan peduli
pada sesama. Itu yang jadi peganganku untuk sekuat mungkin menolong sesama
meski hanya tenaga dan pikiran
Keceriaan adalah Kunci
Menjelang masuk ke jenjang sekolah
dasar, orang tua bercerai tanpa mengetahui penyebabnya. Situasi itu mendorong
aku semakin akrab dengan adik meskipun beda 2 tahun. Perasaan sedih datang,
seperti saat pembagian rapor. Teman-temanku bergembira membeli kua bersama
kedua orang tuanya, aku hanya bersama adikku bergandengan tangan menyeberang ke
toko kue, membeli kue dan membayar berdua.
Saat membeli kue, pernah ditanya oleh
sepasang suami-istri tentang keberadaan kami yang tanpa ditemani orang tua saat
pembagian rapor. “Adik-adik rumahnya dimana? Bapak sama ibunya dimana?”
katanya. Kami menjawab, “Bapak ada di rumah, rumah kami deket, kok, Pak, di
ujung sana.” Rupanya, pasangan suami-istri itu mengenal Bapak. “Itu temen saya,
sampaikan salam saya buat Bapak, ya, dari Dokter Wijaya.” Lalu kami dibelikan
kue tambahan, dan ditawarkan apa yang kami mau. Sebagaian perasaan kami senang,
sebagian lagi dirundung sedih.
Prestasi di Sekolah Dasar cukup
memuaskan, aku menjadi juara kelas, karena itulah guru-guru sayang padaku.
Bahkan, pada waktu itu, aku juga menjuarai pop singer se-Kabupaten
Garut untuk anakn dan remaja. Kami dipaksa dewasa sebelum waktunya, melewati
suka-duka beriringan. Masa remaja aku habiskan di tempat kakak angkat paling
besar di Cicalengka hingga masuk Universitas Padjadjaran, Fakultas Peternakan,
seperti yang diinginkan Bapak.
Pesan dari Bapak
Waktu tak bisa surut, ia terus melaju.
Tahun 1997 Indonesia dilanda krisi ekonomi dan politik, suasana serba tidak
stabil. Perkuliahan cuti hingga dilanjut tahun 1998, dan akhirnya lulus tahun
2000. Setelah lulus, aku bekerja sebagai sales produk elektronik dan marketing
properti, ikhtiar dan harus selalu istikamah. Saat bapak sakit, aku berhenti
kerja untuk mengurus bapak.
Setelah sakit selama 2 minggu, bapak berpulang
di hari Senin, 12 Januari 2015. Pesan bapak yang aku ingat saat itu adalah,
“Jadilah orang baik tapi jangan terlalu baik, terlalu percaya, karena itu tidak
baik. Ingat kasus tertipu seribu domba. Berbuatlah baik kapanpun dan dimanapun
karena bumi Allah itu luas. Berbuatlah baik tapi jangan merasa diri baik, serta
jangan hambat rezeki orang lain. Kudu beunghar sesa seubeuh lain beunghar
sesa hayang.”
Saat dunia masih dilanda pandemi,
tepatnya pada 20 Maret 2020, semua aktivitas melambat, bahkan berhenti. Aku
hanya berdiam diri di rumah, kumpul dengan keluarga, di luar terkurung sunyi.
Bulan demi bulan berganti. Suatu hari, pintu rumah diketuk oleh entah siapa.
Dalam hati bertanya, “Keur pandemi aya nu namu (sedang pandemi ada yang
bertamu)?”
Saat pintu aku buka, ada sepasang
suami-istri di balik pintu bertanya, “Apa benar ini rumahnya Ado?”
“Saya sendiri.” Jawabku.
“Ini ada titipan dari Kang Azoo dan Teh
Dete.” Dalam hati, aku sangat berterima kasih, ini adalah rezeki yang tak
disangka, meski waktu itu akupun tak tahu siapa itu Kang Azoo dan Teh Dete.
Pada dua orang yang mengantarkan sembako itu saya mengucapkan terima kasih,
“Semoga pemberian beliau berbalik menjadi pahala.”
“Amin”, jawabnya.
Dan sekarang, saya terlibat aktif dalam UMKM Alumni, di bawah naungan Perkumpulan Bumi Alumni. Bersama dengan yang lain membangun aktivitas untuk mengembangkan usaha kecil yang dirintis oleh para pelaku usaha alumni Universitas Padjadjaran.
Follow media sosial kami untuk mendapatkan produk terbaik, informasi, pengalaman menarik dan inspiratif.
Kami adalah e-commerce hybrid, sebuah rumah untuk memasarkan produk UMKM Indonesia kualitas terbaik. Nikmati produk kuliner, fashion, kriya, minuman herbal, dan jasa. Juga rubrik Inspiring Life, Jurnal & Peraturan, Berita.